Sempalan Kader Parpol Dukung Jokowi-Ma'ruf Amin

Kecewa dengan tidak dipilihnya ulama sebagai cawapres Prabowo, membuat PBB memilih jalan berbeda dengan peserta Ijtimak ulama lainnya. Mendahului perhelatan Ijtimak ke II yang tak kunjung dilaksanakan, barangkali menjadi alasan untuk PBB tidak lagi tunduk kepada para ulama, karena yang didukungnya nanti, juga adalah calon Umaro yang berasal dari kalangan ulama.

Kabar akan merapatnya Partai Bulan Bintang (PBB) ke Koalisi Indonesia Kerja (KIK) Jokowi-Ma'ruf Amin semakin santer terdengar. Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra mengakui dalam waktu dekat partai yang memiliki afiliasi kuat terhadap umat Islam ini akan menjadi bagian dari posko Cemara, rumah pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin.



"Dalam waktu dekat ini saya sudah direncanakan akan bertemu dengan Pak Jokowi. Paling di bulan September ini. Jadi sudah ada yang mengatur," kata Yusril kepada Republika.co.id, Selasa (11/9).

PBB berpeluang merapat ke pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Hal ini tercermin dari pernyataan Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra bahwa Jokowi, sebagai calon presiden pejawat, tidak perlu mundur atau cuti sebagai presiden.

Dukungan pentolan partai Islam kepada Jokowi-Ma’ruf Amin sepertinya tidak mungkin dipungkiri, disamping dilatarbelakangi kekecewaan mereka terhadap tampilnya pasangan Prabowo-Sandiaga yang mengingkari rekomendasi Ijtimak Ulama, juga karena terbukti Jokowi lebih melihat kehendak ulama sebagai pertimbangan penting.

Sebelumnya, Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba yang berasal dari PKS, terang-terangan menyatakan dukungan kepada Jokowi. "Pada pilpres saya dukung Jokowi. Bukan karena PDIP mendukung sebagai cagub Maluku Utara (Malut), tetapi faktor Jokowi masih dibutuhkan untuk melanjutkan dua periode," kata Abdul Gani di Ternate, seperti dilansir Antara.

Menurut dia, pilihan untuk tetap mendukung Jokowi bukan karena partai yang mengusungnya pada pemilihan gubernur, melainkan ada kecocokan visi dan misi, karena Jokowi adalah sosok yang sangat dekat baik secara pribadi maupun kelembagaan dengan masyarakat pada umumnya.

Pertimbangan para pengurus PKS dan kalangan Islam memberikan dukungan kepada Jokowi, tidak lepas dari keberpihakan Jokowi selama ini yang tampak tidak neko-neko dan penuh keseriusan dalam memajukan seluruh daerah sama pentingnya.

Beredar sebuah poster yang menggambarkan dukungan Sekretaris Umum DPC Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kecamatan Medan Satria, Bekasi, Jawa Barat Zaenal Abidin yang mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kembali maju menjadi capres 2019. Dalam poster yang didominasi warna putih tersebut, tertulis 'Dukung Presiden Jokowi 2 Periode!!!', 'Terbukti dan Teruji Bangun Infrastruktur Lanjutkan !!!', dan dilengkapi foto Zaenal dan Jokowi.

PKS mengaku tak kaget Gubernur NTB TGH Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) menyatakan dukungan untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) di periode kedua. Namun PKS meyakini sikap TGB itu akan dicatat umat. "Tidak mengagetkan. Di politik semua bisa terjadi. Tapi umat akan mencatat dengan baik," kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera kepada wartawan, Rabu (4/7/2018).

Kalau kita membandingkan koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga dengan pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin, jelas terlihat koalisi mana yang menggunakan pertimbangan strategis, dan koalisi mana yang pertimbangannya karena keterikatan visi permanen.

Taruhlah misalnya Prabowo-Sandiaga berhasil memenangkan pilpres, pertanyaan berikutnya tentu akan mereka bawa ke mana koalisi yang telah terjalin ? Di koalisi mereka relatif didominasi oleh partai-partai yang masih gagap dalam menangani masalah bangsa. Barangkali hanya Demokrat yang paling berpengalaman untuk urusan itu.

Pertanyaannya, apakah Demokrat akan mendominasi kabinet Prabowo, semata-mata karena mereka berpengalaman ? Belum lagi teka-teki berikutnya, bagaimanaa peran SBY yang menjadi catatan tebal sebagai Presiden dua periode, tentu tidak mudah mengesampingkan visi dan misinya.

Artinya, Prabowo akan menghadapi persoalan internal yang tidak ringan, faktor kehadiran SBY di internal koalisinya di satu sisi, dan pembagian kekuasaan yang sangat mungkin akan menjadi ajang rebutan di antara partai pendukungnya yang hanya empat parpol itu menjadi persoalan tersendiri.



Potensi tidak cukupnya stok calon pemegang kunci pemerintahan, menjadi masalah besar bagi pasangan Prabowo-Sandi. Bahkan persoalan di antara Presiden dan Wapres pun menjadi cukup menarik, karena Sandiaga relatif lebih memiliki jam terbang di pemerintahan ketimbang Presidennya.

Sekali lagi bahasan ini hanyalah ilustrasi, agar kita tertarik untuk menggambarkan bagaimana ketika mereka memenangkan ajang pilpres tersebut.

Sangat penting bagi publik untuk menerka dan mengira-ngira, bagaimana alur cerita yang akan terjadi kelak, ketika misalnya, meskipun kecil kemungkinan ini terjadi, Prabowo-Sandiaga maju menjadi pasangan Presiden berikutnya.

Ada masalah yang menarik diperhitungkan oleh Prabowo terkait dengan Demokrat. Ketika Demokrat ditengarai tidak sepenuhnya memberikan dukungan, karena banyak kadernya yang menjatuhkan dukungan kepada calon petahana, sementara SBY adalah sosok yang paling berperan ketika kelak akan menyusun strategi pembangunan. Tentu porsi ini akan membuat pertanyaan besar di antara partai pendukung lainnya.

Dukungan Demokrat tidak seratus persen saja diberi porsi sangat besar dalam peran pemerintahan, lalu bagaimana dengan mereka yang memberi dukungan penuh ? Lagi-lagi potensi ketidakseimbangan peran akan sangat besar.

Kemudian bagaimana dengan peran ulama yang tidak mungkin akan duduk diam saja, ketika misalnya pada Ijtimak II nanti akan memberikan dukungan kepada pasangan mereka ? Akan terjadi potensi konflik yang cukup tajam jika ulama menuntut lebih dari sekedar fasilitas atas dukungan mereka selama ini.

Dalam politik tidak ada makan siang gratis, kembali akan merebak ketika kemenangan telah berada di hadapannya. Semua biaya yang keluar harus terbayar lunas, dan bagi-bagi kekuasaan harus dilakukan sesuai proporsinya. Itulah yang akan terjadi.

Berhadapan dengan orang-orang yang berkarakter keras, yang merupakan bawaan para peserta ijtimak Ulama, juga tidak akan seringan seperti berhadapan dengan ulama NU atau Muhamadiyah misalnya.

Jadi demikianlah yang harus dibayangkan oleh para calon pemilih, kejadian yang kira-kira akan berlangsung ketika Prabowo-Sandiaga membuat desain pemerintahan mereka kelak.

Berikutnya, ketika Jokowi-Ma’ruf Amin sebagai pemenang pilpres, hal yang berlawanan akan terjadi. Pasangan ini relatif didukung oleh pendukung-pendukung setianya sejak periode pertama.

Tidak akan terjadi perubahan drastis, hanya mulus-mulus saja, karena pasti sebelumnya telah dengan rinci dibicarakan, tentang partai apa dan siapa yang akan duduk di mana.

Seperti desain Kabinet Kerja terdahulu, yang dihuni oleh berbagai kalangan, tidak terjadi konflik yang berarti di antara partai pendukung, karena visi mereka adalah visi yang konstruksinya sebangun dengan visi Jokowi. Targetnya jelas untuk memeratakan pembangunan hingga ke pelosok terdalam dan terluar dari kawasan Nusantara.

Potensi konflik yang tadi digambarkan jika Prabowo-Sandi menjadi pasangan Presidan, tidak akan terjadi ketika Jokowi yang tampil sebagai Presiden periode ke-dua. Bahkan sehari setelah pengumuman pemenang, Jokowi akan langsung dengan agenda rutinnya, meningkatkan kecepatan kerjanya, agar akselerasi pembangunan terus digelorakan sebelum pelantikan periode ke-dua dilakuka


penulis :

Ruskandi Anggawiria

Comments

Popular posts from this blog

Yenny Dilobi Kubu Prabowo, PPP Yakin 70% Suara NU Dukung Jokowi

Demokrat Main Politik 2 Kaki, Kubu Jokowi Klaim Tak Ambil Untung